Menjadi mahasiswa baru di Program Studi Informatika adalah pencapaian yang sangat berarti bagi saya. Di balik status ini, tersimpan perjalanan panjang yang penuh perjuangan, harapan, dan penolakan. Saya bukanlah seseorang yang langsung diterima di jurusan impian. Sebaliknya, saya harus melalui enam kali penolakan dari berbagai perguruan tinggi negeri melalui jalur SNBP, SNBT, hingga Ujian Mandiri dengan mempertahankan satu jurusan yang sama, yaitu Informatika. Setiap kali pengumuman keluar, saya selalu berharap kata “Selamat” yang akan ditampilkan. Namun, kenyataannya saya harus terus menerima kata “Maaf” dari sistem. Rasanya seperti berlari tanpa garis akhir, seperti terus mengetuk pintu yang tak kunjung terbuka.
Perjuangan saya dimulai sejak kelas X SMA, ketika saya mulai tertarik pada dunia teknologi dan pemrograman. Ketertarikan itu bukan sekadar rasa ingin tahu, tetapi tumbuh menjadi tekad. Saya tahu bahwa jika ingin masuk melalui jalur SNBP, saya harus menjaga nilai rapor dengan konsisten. Maka saya belajar dengan disiplin, mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh, dan berusaha memahami setiap materi.
Saat SNBP tiba, saya memilih kampus-kampus impian di Bandung. Pilihan saya terdengar nekat karena rata-rata nilai rapor saya hanya berada tepat di ambang passing grade untuk jurusan yang saya tuju. Terlebih lagi, tidak ada alumni dari SMA saya yang pernah lolos di kampus tersebut dengan jurusan yang sama. Tapi saya tetap mencoba karena siapa tahu memang rezeki saya ada di sana. Sayangnya, hasilnya berkata lain. Saya gagal.
Saya beralih ke jalur SNBT dan memilih kampus di Yogyakarta. Di sini, saya mulai belajar lebih intensif, seperti mengikuti try out, membaca buku latihan soal, dan menyusun jadwal belajar yang ketat. Saya mengorbankan waktu santai demi untuk lolos SNBT. Tapi hasilnya kembali belum berpihak pada saya. Salah satu alasan saya tidak lagi melanjutkan keinginan untuk memilih kampus di Bandung adalah karena saya sadar bahwa persiapan saya belum cukup matang untuk bersaing di sana. Tingkat persaingan yang tinggi dan materi ujian yang kompleks membuat saya memilih untuk lebih realistis dan fokus pada pilihan yang sesuai dengan kemampuan saya saat itu. Saya tidak ingin mengulang kesalahan dengan menargetkan sesuatu yang belum saya siapkan secara maksimal. Maka, Yogyakarta menjadi pilihan yang saya anggap lebih masuk akal dan memungkinkan, meskipun pada akhirnya hasilnya tetap belum sesuai harapan.
Tak berhenti di situ, saya mencoba berbagai ujian mandiri di beberapa PTN yang ada di Yogyakarta, Semarang, dan Solo. Setiap ujian adalah harapan baru, dan setiap kegagalan adalah luka yang harus saya sembuhkan sendiri. Saya belajar dari kesalahan, memperbaiki strategi, dan terus mencoba. Di tengah perjalanan itu, saya juga pernah mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang Informatika. Meskipun hanya sampai tingkat kabupaten, pengalaman itu memperkuat minat saya terhadap bidang ini. Saya belajar tentang logika, algoritma, cara berpikir sistematis, dan masih banyak lagi yang membuat saya semakin yakin bahwa Informatika adalah jalan yang ingin saya tempuh.
Setiap penolakan mengajarkan saya tentang kesabaran, tentang bagaimana menghadapi rasa kecewa, dan yang paling penting, tentang bagaimana tetap percaya pada pilihan yang telah saya buat. Saya tidak memilih jurusan ini karena ikut-ikutan atau karena dorongan eksternal. Saya memilih Informatika karena saya ingin menjadi bagian dari solusi, bukan sekadar pengguna teknologi.
Akhirnya, setelah enam kali dinyatakan tidak lolos di beberapa PTN, saya dinyatakan lolos pada ujian mandiri gelombang kedua di Universitas Sebelas Maret (UNS) dengan jurusan yang saya perjuangkan sejak awal. Rasanya seperti mimpi yang menjadi nyata. Semua usaha, doa, dan air mata terbayar lunas. Namun, saya sadar bahwa diterima bukanlah akhir dari perjuangan. Justru ini adalah awal dari perjalanan yang lebih panjang dan menantang.
Sebagai mahasiswa baru, saya mulai merasakan bahwa dunia Informatika sangat luas. Tidak hanya tentang membuat program, tetapi juga mencakup kecerdasan buatan, keamanan siber, analisis data, dan banyak lagi. Saya merasa seperti berdiri di depan lautan ilmu yang belum saya selami. Kadang saya kewalahan, tetapi juga bersemangat karena banyak hal baru yang bisa dipelajari.
Saya percaya, selama kita memiliki rasa ingin tahu dan tidak takut mencoba hal baru, kita bisa tumbuh di jurusan apa pun. Informatika mungkin terlihat rumit, tetapi jika dijalani dengan hati, pelan-pelan kita akan memahami. Saya ingin menjadi seseorang yang tidak hanya memahami teknologi, tetapi juga mampu menciptakan teknologi yang bermanfaat.
Perjalanan ini belum selesai. Dari enam kali gagal, saya belajar tentang ketekunan. Dari satu kali berhasil, saya belajar tentang rasa syukur. Saya tahu tantangan ke depan akan lebih berat, tetapi saya juga tahu bahwa saya tidak sendiri. Karena mimpi ini bukan sekadar tujuan, tapi alasan saya untuk terus maju.



