Perjalanan saya untuk meraih impian berkuliah di Universitas Sebelas Maret penuh lika-liku sekaligus menguras mental. Halo semuanya, perkenalkan, nama saya Deni Septiawan, mayoritas teman saya memanggil Awan, karena nama Deni cukup banyak digunakan. Jadi, di beberapa tempat yang saya singgahi, selalu saja ada orang lain dengan nama yang sama. Saya lahir di salah satu kabupaten kecil di Jawa Tengah, yaitu Kebumen. Di daerah ini, masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa kuliah hanya membuang waktu dan uang. Hal tersebut menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi saya, agar tidak terlalu menghiraukan sentimen negatif dari orang lain.
Saya merupakan salah satu lulusan SMK Negeri 1 Gombong dengan jurusan Teknik Komputer dan Jaringan. Perjalanan saya dimulai pada tahun 2024. Pada tahun tersebut, sebenarnya saya belum memiliki tekad yang serius untuk melanjutkan kuliah. Akibatnya, saya mengikuti UTBK hanya dengan niat sekadar menguji peruntungan. Jurusan dan universitas yang saya pilih pun bukanlah impian saya. Bisa dikatakan, pilihan tersebut cukup random. Beberapa jurusan berasal dari rumpun saintek, sebagian lainnya dari soshum. Begitu pula dengan universitas yang saya daftarkan, ada yang berada di Jawa Tengah, Jakarta, Jawa Barat, hingga Jawa Timur.
Tibalah saatnya pengumuman hasil seleksi dibuka. Di luar dugaan, saya justru lolos di pilihan pertama. Tentu saja ada rasa senang, tetapi seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, karena pilihan jurusan dan universitas yang saya ambil terkesan random, kebahagiaan itu tidak maksimal saya rasakan. Saya segera menyampaikan kabar tersebut kepada ibu dan berdiskusi mengenai langkah selanjutnya. Apakah saya harus melakukan daftar ulang dan menerima hasil SNBT ini, atau lebih baik mengambil jalan gap year untuk belajar lebih giat demi mengejar perguruan tinggi negeri impian dengan jurusan yang lebih sesuai? Namun, ada catatan penting, jika kesempatan ini saya lepaskan dan ternyata tidak lolos UTBK tahun 2025, kemungkinan besar saya harus berkuliah melalui jalur mandiri. Hal itu tentu akan cukup memberatkan kondisi ekonomi keluarga, karena tidak ada jaminan saya bisa lolos kedua kalinya melalui UTBK.
Singkat cerita, akhirnya saya memutuskan untuk menerima hasil UTBK 2024 dan mulai menjalani kuliah di Fakultas Pertanian salah satu PTN di Jawa Tengah. Memasuki semester pertama, saya mengalami banyak kesulitan dalam mengikuti pembelajaran, baik di beberapa mata kuliah maupun saat praktikum. Hal ini karena materi yang dipelajari di luar bayangan saya dan jauh dari passion saya. Di penghujung semester pertama, saya menerima Kartu Hasil Studi (KHS) yang menampilkan Indeks Prestasi Semester (IPS) saya. Betapa kecewanya saya ketika melihat hasilnya, IPS yang saya raih hanya berada di angka 2 koma sekian dari skala 4,0. Saat itu, saya tidak hanya merasa sedih dan kecewa, tetapi juga harus menerima kenyataan bahwa orang tua turut marah serta kecewa dengan capaian yang saya peroleh. Melihat kondisi saya di Fakultas Pertanian dan nilai akademik yang menjadi taruhan, orang tua akhirnya mengajak berdiskusi. Pilihannya hanya dua, tetap melanjutkan semester kedua dengan segala risiko, atau berhenti kuliah dan fokus belajar di rumah untuk kembali mengikuti UTBK tahun berikutnya. Setelah banyak pertimbangan, kami sepakat mengambil opsi kedua, yaitu tidak melanjutkan semester dua dan memfokuskan diri pada persiapan UTBK. Selama enam bulan setelah keluar dari kuliah, saya menghabiskan waktu untuk belajar. Pagi hingga malam saya habiskan untuk mengerjakan soal-soal dari buku SNBT, mengikuti kelas daring, mencoba berbagai try out online, dan sesekali belajar melalui platform YouTube. Saya memang tidak mengikuti bimbingan belajar di luar, alasannya lagi dan lagi karena faktor ekonomi. Tapi saya tidak menganggapnya sebagai halangan. Saya percaya, belajar secara otodidak di rumah pun tetap bisa memberi hasil yang baik.
Proses ini tidaklah mudah. Saya sering mengalami tekanan mental, bahkan kecemasan berlebih. Ada banyak pertanyaan yang menghantui pikiran. Apakah keputusan berhenti kuliah ini benar? Apakah saya bisa lolos UTBK nanti? Bagaimana jika gagal dan terpaksa masuk jalur mandiri yang justru memberatkan orang tua? Bagaimana dengan teman-teman kuliah saya, apakah saya bisa menemukan teman sebaik mereka lagi? Atau, saya tidak perlu kuliah sama sekali dan lebih baik bekerja saja? Lalu melupakan dan mengubur dalam impian gelar sarjana dibelakang nama saya. Tapi setiap kali pikiran itu muncul, saya selalu menegaskan kepada diri sendiri, Tidak! Saya tidak boleh menyerah. Saya harus menjadi sarjana pertama di keluarga saya. Gelar itu harus saya dapatkan, harus tersemat di belakang nama saya. Jika menyerah sekarang, bagaimana mungkin saya bisa survive saat menghadapi tantangan yang lebih berat di dunia perkuliahan nanti? Karena itu, saya menanamkan tekad dalam hati, saat ini saya harus berjuang maksimal. Pantang untuk menyerah sebelum saya berhasil meraih impian saya.
Setelah melalui proses jatuh bangun, tibalah hari ketika saya harus membuka kembali pengumuman UTBK untuk kedua kalinya. Tahun berbeda, tetapi perasaan takut yang sama kembali muncul. Alhamdulillah, hasil yang saya terima sungguh melegakan, lolos di pilihan pertama, Universitas Sebelas Maret, Program Studi Informatika PSDKU. Saya memilih kampus PSDKU Kebumen karena orang tua lebih tenang jika saya tidak perlu merantau. Dengan begitu, saya tidak harus ngekost, tetap bisa dekat dengan keluarga, dan orang tua pun dapat memantau perkembangan saya setiap saat.
Dari perjuangan ini, saya belajar banyak hal. Jika kita menginginkan sesuatu yang besar, maka usaha yang dikeluarkan harus sepadan, bahkan lebih besar. Tidak hanya waktu dan tenaga yang dikorbankan, tetapi mental juga sering kali ikut dipertaruhkan. Harapan saya ke depan, semoga pengalaman pahit kuliah tahun lalu tidak terulang kembali. Karena saat ini jurusan yang saya ambil masih satu rumpun dengan jurusan di SMK, saya lebih optimis untuk bisa mengikuti setiap mata kuliah dengan baik. Saya ingin meraih prestasi akademik yang maksimal, lulus tepat waktu, serta memperoleh hard skill dan soft skill yang kompeten sebagai bekal masa depan.



